Islam pun Melarangnya, Menitipkan Anak Kepada Orangtua Itu ‘Dosa’..!!
Selasa, 17 Desember 2019
Edit
Bagi pasangan suami istri yang bekerja, pengasuhan anak
menjadi salah satu hal yang cukup membingungkan. Apalagi jika kedua-duanya
bekerja dari pagi hingga malam, berangkat gelap pulang gelap.
Dititipkan ke pembantu khawatir salah asuh maka tak sedikit orang tua yang kemudian menitipkan anak-anaknya kepada orang tua atau mertua.
Sekilas memang orang tua yang dititipi anak tidaklah
keberatan karena setiap kakek dan nenek pasti senang bersama cucu-cucunya.
Akan tetapi faktanya tidaklah selalu demikian apalagi
tingkah anak-anak balita seringkali membutuhkan upaya lebih untuk menjaganya.
Malah sebagai orangtua anda akan mendapat dosa jika
menitipkan anak kepada orangtua.
Berikut pandangan islam mengenai tindakan menitipkan anak
kepada orang tua
Hukum menitipkan anak
kepada orangtua
Menitipkan anak kepada orang tua bukanlah tindakan yang
tepat apalagi mengasuh dan menjaga cucu, bukanlah pekerjaan ringan maka jika
hal ini dilakukan justru menjadi kezaliman kepada orang tua.
Apakah bijak membebani orang tua yang sudah uzur dengan
tanggung jawab yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental seperti itu?
Orang tua yang sudah sepuh sudah seharusnya diperlakukan
dengan baik dan lemah lembut. Sebagaimana yang dipesankan allah subhanahu wa
ta’ala dalam firman-Nya:
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al Israa’: 23)
Ayat ini menegaskan bahwa orang tua yang sudah berusia
lanjut memerlukan perlakuan khusus, berkata-kata pun harus berhati-hati agar
tidak melukai perasaan mereka.
Orangtua yang lanjut
usia fisiknya tidak bagus
Orang lanjut usia pastinya mengalami berbagai perubahan
mulai dari fisik hingga psikologi. Ada kalanya perubahan tersebut menjadikan
mereka lebih sensitif dan mudah tersinggung.
Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak semestinya ada
pada pundak orang tuanya, bukan kakek dan neneknya ataupun guru-guru di
sekolah. Inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kalian semua adalah pemimpin dan kalian akan ditanya
tentang kepemimpinan kalian. Pemimpin diantara manusia dia akan ditanya tentang
kepemimpinannya. Laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan
ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah tangga serta
anak-anak suaminya dan dia akan ditanya tentang mereka. Budak adalah pemimpin
bagi harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian
adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Yang dimaksud dengan pemimpin dalam hadits ini adalah orang
yang dipercaya untuk mengurus apa yang dibawah kepemimpinannya dan juga akan
melakukan hal-hal yang baik bagi yang dipimpinnya.
Jika ia lalai menjalankan kepercayaan itu maka ia akan
bertanggung jawab terhadap kelalaiannya. Begitu juga anak-anak, pada hakikatnya
dia adalah amanah yang allah percayakan kepada setiap orang tua.
ika orang tua melalaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya
yang mengakibatkan terjadinya hal-hal yang kurang baik terhadap anaknya maka
orang tualah yang akan dimintai pertanggung jawaban apalagi jika alasan
melalaikan tanggung jawab tersebut hanya karena ingin mengejar karir atau
ambisi pribadi.
Pentingnya peran orang
tua dalam pendidikan anak
Digambarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Bapak dan
ibunyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR. Bukhari)
Hadits nabi ini menggambarkan besarnya peran kedua orang tua
dalam mengarahkan anak, bukan saja baik atau buruknya agama anak tapi juga bisa
menjadikan anak pindah agama.
Memang biasanya nenek atau kakek pastilah senang dengan
cucu-cucunya tapi jika sudah menitipkan sepanjang hari, setiap hari, setiap
minggu maka ini namanya bukan lagi menyenangkan tapi sudah membebani,
merepotkan, dan menyusahkan.
Oleh karena itu setiap orang tua hendaknya kembali
memikirkan apa motifnya menitipkan anak-anak kepada kakek atau neneknya sebab
jika sampai menyusahkan maka orang tua bisa terkena dua kesalahan :
1. Kesalahan karena mengabaikan kewajiban mendidik anak.
2. Kesalahan menganiaya orang tua (mertua).
Akan tetapi jika menitipkan anak-anak kepada kakek dan
neneknya itu bersifat insidentil atau sesekali dan itu pun hanya sebentar
sehingga tidak menyusahkan bahkan membuat senang hati kakek dan neneknya maka
tentu saja hal ini bisa menjadi amal shalih karena bagian dari menyenangkan
orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang
kakek juga memiliki banyak momen kebersamaan dengan cucu-cucunya khususnya
Hasan dan Husain putra dari Fatimah binti Muhammad dan ali bin abi Thalib
bahkan momen-momen yang serius pun beliau tidak kuasa menahan dirinya untuk
menggendong cucu-cucunya.
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anha ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datanglah Hasan dan
Husain dengan berlari. Sebelum sampai di hadapan Sang Nabi, kedua cucu beliau itu
terjatuh. Beliau pun menghentikan khutbahnya, mendatangi, dan menggendong, lalu
meletakkan kedua cucunya di samping beliau berkhutbah. Kemudian beliau
bersabda:
“Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh” lanjut
beliau “Dan aku tak bisa bersabar sampai aku memotong khutbahku dan mengangkat
mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)
Keakraban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cucunya
juga tampak dari hadits Salamah bin al akwa yang ketika itu menuntun tunggangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki
tunggangannya itu bersama kedua cucunya Hasan dan Husain. Satu duduk di depan
dan satunya lagi duduk di belakang beliau.
Bahkan senangnya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersama cucunya juga bisa dilihat dari kebersamaannya bersama cucu
angkatnya Usamah bin Zaid yang merupakan putra dari anak angkatnya Zaid bin
Haritsah. Usamah saat itu digendong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersama Hasan dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ya Allah, cintailah keduanya. Sesungguhnya aku mencintai
mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari mencatat cucu angkatnya
yang bernama Usamah bin Zaid pernah dipangku di salah satu paha Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian Hasan yang datang belakangan dipangku di
paha beliau yang lain. Sembari memeluk keduanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Ya Allah, sayangilah keduanya. Sesungguhnya aku menyayangi
mereka berdua.”